Hari Minggu Biasa VI
- Héctor Javier Tornel
- 15 Feb
- 2 menit membaca
Minggu, 16 Februari 2025
Siklus C
Kita tinggal di dunia dengan skema nilai-nilai yang terbentuk dari masyarakat. Namun, nilai-nilai tersebut tunduk pada interpretasi yang dapat diartikan dari perspektif tidak baik, didikte oleh kepentingan beberapa pihak. Dengan demikian, kita melihat bagaimana dalam masyarakat, nilai-nilai hanya disesuaikan untuk menguntungkan beberapa orang, tidak semua orang.
Kita bisa menemukan dalam Injil bagaimana Yesus memahami situasi sosial. Dia merupakan orang yang kritis dan penuh belas kasih. Yesus memiliki kepekaan terhadap orang yang menderita, mereka yang tidak diperhitungkan dalam masyarakat, dan mereka yang tidak terjangkau oleh nilai-nilai. Oleh karena itu, Yesus menolak mereka yang hidup nyaman dengan mengorbankan penderitaan orang lain. Mereka yang tidak mau menderita dan hidup nyaman adalah orang yang menafsirkan hukum dan menyesuaikan nilai-nilai untuk keuntungan sendiri.

Hari ini, kita membaca di Injil bagaimana Yesus membalikkan nilai-nilai. Yesus berpikir dan hidup dari dunia orang miskin untuk membebaskan mereka. “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang punya kerajaan Allah.” Orang miskin milik Kerajaan Allah karena Kerajaan Allah berarti pemuliaan, itu realitas Tuhan, itu adalah tempat di mana orang miskin sangat penting. Di Kerajaan Allah ada tempat untuk orang yang sekarang ini lapar, orang yang sekarang ini menangis. Dengan kata lain, ada tempat untuk orang yang menderita, orang yang membutuhkan sesuatu dan Tuhan fokus pada mereka.

Itu tidak berarti bahwa kita harus miskin, dan harus tinggal dalam kemiskinan selalu. Itu ingin mengatakan bahwa jika Tuhan ada secara jelas dengan beberapa merupakan dengan mereka yang dengan siapa orang-orang berkuasa telah menyiksa, menganiaya, memfitnah, dan memiskinkan.
Sehingga, hari ini kita harus senang jika kita pernah merasa ditolak karena kita berpikir beda, atau menganut agama yang berbeda, atau mengalami kemiskinan atau diskriminasi. “Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya upahmu besar di surga”. Akan tetapi, kita harus memikirkan jika kita bukan milik kelompok yang sudah kenyang. Kelompok ini berlawanan dengan kelompok yang menderita: “Celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu”. Memiliki kekayaan bukanlah hal yang buruk, namun sangat penting bagaimana kita memperoleh harta kita (apakah itu dengan memanfaatkan orang lain atau itu adalah pekerjaan yang adil) dan bagaimana kita mengelola harta kita.

Dunia sabda bahagia merupakan Kerajaan Allah, semua orang haruskah bercita-cita untuk dunia itu. Jadi, itu adalah cakrawala kehidupan dan bukan kematian. Dari sudut pandang ini, kita dapat menangani kata-kata dari Kitab Yeremia, yang berkata “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari Tuhan!”. Ini merujuk pada mereka yang mau memuaskan diri dengan hal-hal di duniawi, tidak ada Kerajaan Allah dalam hati orang yang menjauh dari Tuhan. Sebaliknya “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!”. Kita hanya dapat membangun kerajaan Allah dari cakrawala kehidupan, di mana harapan tidak ada pada orang-orang yang berkuasa, tetapi pada mereka yang telah menderita, karena ketika mereka yang menderita menyadari bahwa kerajaan Allah telah datang kepada mereka, mereka mampu menghancurkan segala struktur kematian.
Jangan lupa bahwa hari ini Tuhan mengundang kita untuk bahagia, untuk menjadi peserta dalam misi Kerajaan Allah, karena “Berbahagialah orang yang menaruh kepercayaan pada Tuhan”.
Terima kasih renungannya🙏
Terima kasih renungan nya....
Kebahagiaan abadi hanya ada pada Dia, kita sebagai manusia diutus untuk menjadi berkat bagi sesama